Kamis, 23 Mei 2013

Menangisi nasib diri

Teringat satu scene di Film Umar RA, ada satu pembicaraan menarik antara Suhail bin Amr RA dengan anaknya Abdullah RA. Saat itu Abdullah RA menangis mengabarkan tentang kematian saudaranya Abu Jandal RA yang syahid di medan perang, kemudian Suhail RA berkata pada Abdullah RA bahwa sesungguhnya kita yang seharusnya menangisi nasib diri, sungguh Abu Jandal RA telah beruntung mati syahid dan disana ada kehidupan yang lebih baik, sedang nasib kita sekarang akan mati seperti apa sungguh kita tidak tahu.

Satu pelajaran yang penting dari kisah diatas adalah bagaimana para sahabat begitu memikirkan bagaimana nasib mereka kelak di penghujung kehidupan. Walaupun kehidupan mereka telah diisi dengan amal ibadah dan perjuangan untuk Islam tetapi meskipun demikian mereka masih khawatir dengan akhir hidup mereka apakah akan meninggal dalam keadaan khusnul khatimah atau sebaliknya. Kebiasaan ini juga bisa kita lihat dari kehidupan generasi terbaik sesudahnya yaitu para ulama salaf. Perjuangan dan pengabdian mereka yang luar biasa untuk agama ini tak membuat mereka besar diri dan merasa cukup dengan amalan, hal ini bisa kita lihat dari bagaimana kehati-hatian mereka dalam bertutur dan bertindak, semua itu karena rasa takut akan Allah yang begitu kuat di jiwa.

Lalu bagaimana dengan saya? bagaikan langit dan bumi bila membandingkan amalan diri dengan mereka para orang-orang mulia. Tapi yang mengherankan saya malah merasa aman, merasa cukup dengan amalan yang sungguh tak seberapa, lupa menangis bahkan tak takut memikirkan bagaimana kematian nanti menjemput, apakah diri ini masih teguh memegang agama, ataukah mati dalam kelalaian. Naudzubillah. Yang terjadi seringkali adalah  tertipu dengan ujub dan kekaguman diri, merasa sudah berbuat baik padahal sungguh jikapun sekiranya saat ini atau detik ini kita dalam kebaikan itu semata karena rahmat dan kasih sayang Allah yang luar biasa. Bukan karena kehebatan dan kealiman diri. Betapa sering lupa bersukur akan begitu besarnya rahmat ketaatan ini, tak merasa takut karena kesombongan merasa baik lalu Allah cabut nikmat ini? Ya Robb sungguh jangan biarkan barang sedetikpun kami mengurusi diri kami sendiri, sungguh tak sanggup kami hidup tanpa bimbingan dan kekuatan dari Mu, dan jadikanlah akhir kehidupan kami sebagai akhir kehidupan yang baik, akhir kehidupan yang Engkau ridhoi,aamiin.

Minggu, 19 Mei 2013

Adakah kebebasan itu?

Bebas secara bahasa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah lepas sama sekali atau tidak terhalang,terganggu dan sebagainya sehingga bisa bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya secara leluasa. Bebas sebagai lawan kata dari terbatas atau terikat sering digambarkan sebagai sesuatu yang menarik, indah, fundamental dan patut diperjuangkan sebagaimana yang kita lihat dari klaim-klaim pihak yang mengagungkan kebebasan ini. Ide tentang kebebasan ini telah bermetaforsa menjadi suatu paham atau isme yang kita kenal sebagai liberalisme. Secara sederhana liberalisme bisa diartikan sebagai sebuah pandangan filsafat, ideologi dan juga tradisi politik yang didasarkan pada pemahaman kebebasan dan persamaan. Liberalisme menjunjung tinggi kebebasan berpikir individu dan menolak pembatas terutama dari negara dan agama. 

Seperti kita tahu manusia dalam kehidupan sebagai mahluk sosial tak bisa lepas dari pergaulan dengan manusia lain, dalam sistem sosial inilah kebebasan individu-individu dalam masyarakat saling berkaitan. Kebebasan seseorang terbatasi oleh kebebasan orang lain, dan juga oleh nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Mau tidak mau, disadari atau tidak ada pembatasan terhadap hak individu baik itu oleh sistem moralitas atau hukum yang mengatur suatu masyarakat. Dalam ranah pemikiran individu, seseorang bisa berpikir akan menjadi siapa saja atau akan berbuat apa saja, tapi dalam tataran sistem sosial tentu hal ini akan berbenturan dengan kebebasan orang lain. Sesorang bisa saja ingin bebas melakukan apa saja, misalnya untuk telanjang di jalanan atau merusak fasilitas umum, tetapi tentu saja ini menganggu kebebasan dan hak orang lain bahkan melanggar hukum sehingga tentu perlu ditindak. Bayangkan jika kebebasan ini tidak diatur dan setiap individu berhak melakukan apa saja, yang terjadi adalah chaos dan kekacauan yang luar biasa. Karena itulah kebebasan itu harus diatur dengan adanya tanggung jawab, baik tanggung jawab secara sosial kepada masyarakat terlebih tanggung jawab kepada Tuhan - walaupun untuk hal ini sering dinafikan oleh mereka yang tidak menganggap penting arti agama dalam kehidupan. 

Akhir-akhir ini pemahaman bahwa kebebasan itu tidak tak terbatas dan mempunyai tanggung jawab seolah dipinggirkan dengan gencarnya isu-isu kebebasan yang tidak disampaikan secara utuh, contohnya bagaimana media membentuk definisi tentang kebebasan itu sendiri. Kita lihat bagaimana iklan sebuah provider telekomunikasi yang mengirimkan pesan bahwa kebebasan yang seharusnya tak dibatasi aturan bahkan dalam berpakaian dalam hal ini "rok mini" atau tentang jam pulang malam. Ada juga iklan dari merk rokok terkenal dengan tag line "go ahead" yang menggambarkan bahwa apapun yang terjadi tak usah peduli dengan orang lain selama kita enjoy dan fun. Apalagi iklan ini cukup masiv dengan penggambaran yang yang beragam. Tentu dari sudut pandang pemasaran sah-sah saja sebuah brand akan beriklan apa saja asal produknya laku, tetapi kita lihat secara jernih bahwa penggambaran kebebasan yang tak terbatas itu sungguh menyesatkan dan utopia, seolah setiap manusia adalah raja dan berhak melakukan apa yang dia mau tanpa perlu memikirkan konsekuensi sosial dari apa yang dilakukannya. Realitanya, bahkan dihutan sekalipun tidak ada kebebasan yang tak terbatas karena disana ada hukum rimba dimana yang terkuatlah yang akan berkuasa. Kita tak bisa melakukan apa saja yang kita mau di hutan misal berjalan tanpa senjata atau alat perlindungan diri, karena yang terjadi kita akan menjadi sasaran empuk binatang buas. Sesorang yang mengaku libertarian sejati atau pemuja kebebasan yang merasa bebas melakukan apa saja, apakah akan diam begitu hak nya dilanggar atau seseorang merugikannya walaupun itu atas nama kebebasan?jadi masih percaya bahwa kebebasan itu tak terbatas? think again :)

Jumat, 17 Mei 2013

Retorika kebebasan di kontes kecantikan Miss World

Retorika secara dalam ilmu komunikasi bisa diartikan sebagai kemampuan yang dimiliki pembicara untuk mempengaruhi khalayak atau pendengar. Secara gari besar ada tiga tujuan utama komunikasi yaitu memberikan informasi, menghibur dan membujuk atau persuasi. Di tujuan yang terakhir inilah retorika berperan penting yakni untuk mempengaruhi, membujuk dan akhirnya merubah pola pikir khalayak persis seperti yang diinginkan oleh pembicara (tak hanya pembicara tapi secara luas media adalah pembicara dengan khalayak yang besar). Lalu apa hubungan antara retorika dalam hal ini jargon kebebasan dengan isu-isu yang akhir-akhir ini marak seperti kontes Miss World?

Kontes kecantikan apapun itu namanya mulai dari tingkat dunia seperti Miss Word, Miss Universe ataupun tingkat negara seperti Putri Indonesia seolah-olah menjadi ajang kontes yang biasa dan wajar. Padahal jika kita telisik lebih lanjut kontes semacam ini memiliki banyak agenda dan kepentingan, mulai dari penjualan produk-poduk kecantikan atau apapun yang berperan menambah kecantikan (ini agenda utama kapitalisme dimana keuntungan bisnis dinomor satukan) dan juga merubah pola pikir dan brainwashing terhadap masyarakat tentang arti kecantikan yang pada ujungnya adalah kerusakan moral bangsa.

Berawal dari sebuah pertanyaan, salahkah penyelenggaran kontes kecantikan semacam Miss World ini?dari sudut pandang Islam tak ada lagi pertentangan, bahwa kontes semacam ini terlarang karena  menjadi ajang kompetisi membuka aurat dan penyebaran paham-paham kecantikan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam. Tapi disini kita coba melihat dari sudut pandang lain karena bagi sebagian orang hal ini tidak salah karena merupakan ajang kompetisi para perempuan, toh tidak hanya kecantikan yang diukur tetapi juga kecerdasan,kemampuan sosial dan cara berkomunikasi.Tetapi jika ditelisik sesungguhnya kontes semacam ini merupakan propaganda yang nyata untuk mengukung dan membatasi makna kecantikan, sesuatu yang berbeda dengan jargon-jargon kebebasan mereka para pendukung kontes ini seperti kaum liberal, para feminis, dan terlebih mereka yang berkepentingan secara ekonomi meraup untung besar dalam penyelenggaraan kontes semacam ini.

Kecantikan seperti juga kebahagiaan dan kesuksesan pada mulanya adalah ruang privat dimana setiap individu mempunyai gagasan dan defini tentang kecantikan yang berbeda. Cantik menurut satu orang bisa jadi berbeda menurut orang lain. Tapi lihatlah bagimana media dengan kapitalisme dibelakangnya, merubah hal ini. Hal-hal yang semula privat dirubah menjadi ruang publik dimana kecantikan itu memiliki syarat-syarat tertentu, misalnya untuk menjadi cantik harus memiliki kulit yang putih, bebas jerawat, harus bermake up dan sebagainya. Iklan-iklan yang masiv tentang kecantikan dengan segala produk pendukungnya tentu membuat berbagai produk itu laris manis dan bahkan sudah menjadi kebutuhan premier para perempuan. Untuk tampil cantik kita harus memakai produk A, meminum produk B atau harus berpakaian seperti model C. Kita tidak bisa cantik ala sendiri karena cantik itu sudah memiliki definisi sendiri yang diciptakan oleh media.

Perubahan definisi cantik ini yang semula privat menjadi didominasi hal-hal yang sifatnya fisik selain menjadi ajang penjualan produk kapitalisme, disisi lain mengurangi esensi penting yang sesungguhnya dari kecantikan itu sendiri. Saat kecantikan fisik diutamakan bahkan dilombakan, kecantikan batin yang nampak dari kepribadian yang menarik dan akhlak yang mulia tidak lagi menjadi tolak ukur kecantikan yang sesungguhnya. Padahal disinilah letak tugas dan keunggulan utama manusia. Jadi jika kontes-kontes kecantikan semacam ini menjadi simbol dari kebebasan para perempuan utamanya, patut ditanyakan kebebasan apakah yang ditawarkan? saat para perempuan berkompetisi dengan kriteria yang sudah dibuat sedemikian ketat, utamanya menyangkut fisik, dan para perempuan ini harus  tunduk dan taat pada keputusan juri yang mungkin sebagian besar adalah lelaki. Disaat untuk menentukan kecantikan sendiri kita harus tunduk pada kriteria orang lain, apakah itu disebut kebebasan? 

Rabu, 15 Mei 2013

Rubahlah niatmu

Hiruk-pikuk kehidupan modern terlebih di kota besar seperti Jakarta membawa banyak dampak mulai dari gaya hidup yang berubah, tingkat persaingan pekerjaan yang tinggi dan tentu kepadatan jumlah penduduk yang berimbas pada kemacetan di jalan-jalan. Berhitung soal macet, jika sehari saja misal 2  jam dijalan maka dalam sebulan bisa menghabiskan 50 jam dijalan, belum dengan antri-antri yang lain misal antri di SPBU, antri membeli makanan dan lain-lain. Semua hal tersebut sering dirasakan sebagai hal yang membosankan dan menjengkelkan, tak jarang hal-hal semacam ini sudah biasa  jadi keluhan di soc-med seperti facebook atau twitter. Tapi apakah semua aktifitas yang umum dialami penduduk Jakarta seperti macet ini adalah hal yang sia-sia?bagaimana seorang muslim menyikapi hal ini?

Innamal a'malu binniat, sungguh semua amal berawal dari niat. Pernyataan ini sesungguhnya sangat menguntungkan bagi seorang muslim karena dengan niat yang benar dalam semua aktifitasnya tidak ada yang tersia dihadapan Allah. Jangan sepelekan soal niat, amalan yang dzahirnya baik tetapi tidak diniatkan dengan benar yakni karena Allah maka disisi Allah akan tersia. Seseorang yang bekerja hanya untuk mencari uang saja misalnya maka tentu ia hanya akan mendapatkan uang, tapi seseorang yang bekerja untuk ibadah karena Allah mendapat banyak hal, mulai dari mendapat pahala disebabkan usahanya menjemput rezeki terlebih jika untuk menafkahi keluarganya bahkan disebutkan dalam satu hadist bahwa ada beberapa dosa yang hanya bisa terhapus dengan sebab bekerja. Begitu juga dalam aktifitas yang lain, apapun itu mulai dari sekolah,berwisata bahkan tidur sekalipun jika diniatkan dengan benar maka akan menjadi amalan baik disisi Allah. Jika diibaratkan hidup seorang muslim dari bangun tidur sampai tidur lagi bisa bernilai ibadah.

Dengan meyakini hal ini, sungguh tiada waktu yang tersia bagi seorang muslim. Ia akan menjalani waktu-waktunya dengan gembira karena tahu bahwa hal-hal yang dikerjakannya dinilai sebagai amalan  baik disisi Allah. Menempuh kemacetan dalam bekerja, antri di SPBU, taat lalu lintas dan semua aktifitas yang mungkin dikeluhkan banyak orang,bagi seorang muslim hal tersebut dijalani penuh dengan syukur dan juga sabar. Jadi tunggu apa lagi, rubahlah niat mulai dari sekarang. Yakinlah akan janji Allah, jangan sia-siakan waktu yang berlalu karena sungguh betapa hebatnya  hidup seorang muslim itu.

Selasa, 14 Mei 2013

Jangan bangga dengan amalan diri

Seorang muslim seyogyanya yakin akan begitu luasnya rahmat Allah. Kita tahu bahwa banyak macam-macam ibadah yang memiliki keutamaan masing-masing baik itu ibadah wajib ataupun sunnah. Misalnya sholat dari yang wajib sampai sholat-sholat sunnah,seperti dhuha,tahajud dan sebagainya. Begitu juga dalam kebaikan yang tak terhitung jumlahnya, bahkan hal-hal kecil pun dinilai sebagai kebaikan seperti menyingkirkan duri dari jalan sampai senyum ke saudara sendiripun adalah ibadah.

Kemudahan untuk taat adalah rezeki dari Allah karena itu tidak sepatutnya seorang muslim menyombongkan diri atas kebaikan-kebaikan yang dia lakukan dan mengganggap remeh kebaikan orang lain. Bisa jadi orang yang kita anggap kecil kebaikannya memiliki kebaikan-kebaikan yang tersembunyi yang ternyata besar nilainya dimata Allah. Jika kita memelihara jenggot dengan niat menghidupkan sunnah misalnya tentu sebaiknya jangan mengganggap remeh atau lebih baik dari saudara kita yang mencukurnya karena bisa jadi dia melakukan itu karena taat dan menjaga hati orangtuanya dan itupun salah satu kebaikan. Atau jika kita benyak bersedekah jangan pula merasa lebih baik dari orang yang mungkin secara kasat mata jarang bersedekah,bisa jadi dia orang yang menjaga lisannya dari bergunjing dan berghibah. Bahkan mungkin orang-orang yang mungkin secara dzahir sekarang banyak berbuat maksiat, bisa jadi diakhir hidupnya dia diberi hidayah oleh Allah untuk bertaubat dan berubah. Sementara kita yang mungkin sekarang merasa dalam ketaatan adakah jaminan untuk mati khusnul khatimah?

Akhirnya berusaha selalu melihat akan kebaikan-kebaikan orang lain menyelamatkan kita dari rasa berbangga akan amalan diri, dan tiada jaminan apakah amalan yang kita lakukan itu diterima ataukah akan ditolak Allah karena riya' atau ujub yang menyertai amalan tersebut. Na'udzubillah, semoga kita terlindungi dari rasa berbangga akan amalan diri dan juga mengganggap rendah orang lain, insya Allah.